Keragaman genetik tanaman dapat ditingkatkan melalui induksi mutasi, menggunakan mutagen fisik seperti sinar gamma atau mutagen kimia
Sabtu, 14 Februari 2009
KERAGAMAN SOMAKLONAL
BIBIT PISANG UNGGUL
Masalah penyakit layu bakteri pada tanaman pisang masih sulit diatasi, salah satu cara mengatasinya adalah menggunakan bibit asal kultur in vitro karena
- Bebas dari penyakit sehingga dapat mencegah penyebaran penyakit di pertanaman yang baru
- mudah dianggkut karena ukurannya kecil, sehingga bisa ditenteng atau dimasukkan ke dalam kardus
- Ukuran dan umur bibit seragam sehingga waktu panen dapat diatur untuk kepentingan ekspor
Media kultur yang digunakan untuk multiplikasi tunas pisang adalah media MS + BA 1-3 mg/l bisa juga ditambahkan thidiazuron 0,1 mg/l atau IAA 0,2 mg/l. BB-Biogen Bogor mempunyai berbagai macam biakan pisang seperti tanduk, ambon, raja bulu, kepok, dan berbagai pisang lokal.
MANFAAT KULTUR IN VITRO
Pelestarian plasma nutfah tanaman merupakan kegiatan yang penting Tanaman Purwoceng (Pimpinella pruatjan) dan Pule pandak (Rauwolfia serpentina) merupakan tanaman obat penting karena manfaatnya banyak dan diperlukan dalam jumlah banyak namun saat ini sudah mulai langka. Melalui kultur in vitro dapat dilakukan pelestarian yaitu dengan penyimpanan biakan di dalam botol, dengan cara menambahkan zat penghambat tumbuh. seperti paclobutrazol dan ancymidol atau menggunakan media yang telah diencerkan garam makronya menjadi ¼ atau ½ nya, atau menambahkan manitol atau sorbitol ke dalam media. Tujuannya agar pembelahan selnya menjadi lambat. Kegiatan pelestarian plasma nutfah melalui kultur in vitro ini di BB–Biogen Bogor telah dilakukan sejak lama pada berbagai komoditi yang regenerasinya sudah dikuasai contohnya, berbagai aksesi ubi jalar, cendana, gaharu, nilam, anechtochylus, bidara upas, pulasari dll. Menyimpan biakan di botol banyak keuntungannya karena sewaktu-waktu diperlukan dapat di perbanyak. Selain itu lebih aman bila dibandingkan melestarikan di habitat aslinya karena bisa kena banjir, sebaliknya kekeringan atau kebakaran
Kamis, 12 Februari 2009
Teori Malthus dan Kultur Jaringan
Kultur jaringan sendiri berangkat dari teori Totipotensi. Teori ini berasumsi bahwa setiap zarrah sel tanaman merupakan satu individu mandiri yang dapat berkembang menjadi satu tanaman utuh. Dalam keseharian kita mengenal tanaman Cocor Bebek. Jika Anda mencabik-cabik daun cocor bebek, maka setiap cabikan akan tumbuh menjadi satu individu tanaman. Maka, demikian pula tanaman-tanaman lainnya. Yang membedakan hanyalah bahwa tanaman cocor bebek memiliki derajat kemampuan tumbuh (viabilitas) yang sangat tinggi. Tanaman lain tidak demikian. Mereka harus diperlakukan sedemikian rupa, dirangsang dengan zat tumbuh (growth regulator) dan perlakuan laboratoris lainnya agar dapat tumbuh menjadi individu.
Berita gembiranya adalah apabila sebuah bibit unggul, daunnya atau organ tanaman lainnya direncah kecil-kecil, kemudian dibiakkan dalam laboratorium, maka akan dihasilkan tanaman yang memiliki sifat seragam. Unggulnya sama persis seperti kembar identik. Akan tetapi berita sedihnya adalah peralatan, harga bahan-bahan kimia yang diperlukan masih sangat mahal dan masih harus diimpor dari luar negeri. Di samping itu, SDM yang menangani bidang ini masih sangat sedikit. Untuk itu perlu pelatihan yang intensif dari paling tidak setiap Kabupaten memiliki ahli in-vitro yang handal. Dengan demikian, swasembada pangan dan bahkan bila perlu menjadi pengekspor pangan bukan lagi sekedar janji politik.