Sabtu, 16 Januari 2010

PERAKITAN VARIETAS BARU MELALUI KERAGAMAN GENETIK

PERAKITAN VARIETAS BARU MELALUI KERAGAMAN GENETIK
Keragaman genetik yang tinggi pada suatu populasi sangat diperlukan dalam program pemuliaan yang bertujuan untuk mendapatkan genotipe unggul seperti tahan kekeringan,tahan hama dan penyakit serta berproduksi tinggi. Mutasi secara alami untuk menciptakan varian baru prosesnya sangat lambat sehingga percepatan, frekuensi dan spektrum mutasi tanaman perlu dipercepat antara lain dengan memberikan perlakuan fisik atau menggunakan bahan mutagen tertentu.
Bahan mutagen yang sering digunakan digolongkan menjadi dua kelompok yaitu mutagen kimia, pada umumnya dari senyawa alkyl misalnya ethyl methane sulphonat (EMS), dan mutagen fisik bersifat sebagai radiasi pengion dan termasuk didalamnya sinar-x, radiasi sinar gamma, radiasi beta dan partikel dari akselerators .
Keuntungan adanya perubahan kromosom yang diperoleh melalui keragaman somaklonal antara lain: (1) keragaman yang diperoleh kemungkinan tidak akan diperoleh pada gene pool yang ada, (2) perubahan yang ditimbulkan antara lain dapat memperbaiki penampilan tetapi tidak merubah sifat unggul yang sudah ada.
Varietas baru hasil mutasi yang telah dilepas paling banyak dihasilkan di China (26,8%), USSR dan Rusia (9,3%), Netherlands (7,8%), USA (5,7%) dan di Jepang (5,35%), akhir-akhir ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah varietas unggul baru yang dilepas dan merupakan penerapan dari teknik mutasi. Beberapa mutan yang dihasilkan pada umumnya dapat langsung dilepas berupa varietas baru sedangkan beberapa varietas lainnya dilepas namun digunakan sebagai bahan persilangan .
Variasi genetik yang teramati diantara populasi tanaman hasil kultur jaringan dikenal dengan istilah variasi somaklonal, variasi genetik yang ditimbulkan dapat diamati pada generasi ke-1 (R1) atau baru terlihat pada generasi turunan dari tanaman R1. Ada beberapa tipe variasi somaklonal yang telah dilaporkan antara lain yang bersifat epigenetik, yaitu tipe varian yang tidak diwariskan ke generasi berikutnya secara seksual sedangkan beberapa tipe varian yang lain bersifat stabil dan dapat diturunkan secara seksual ke generasi selanjutnya.
Aplikasi keragaman somaklonal melalui kultur in vitro yang telah dilakuakn antara lain pada tanaman pisang ambon hijau, ambon kuning dan raja bulu, tanaman nilam, tanaman panili, tanaman artemisa, tanaman purwoceng, tanaman jahe, tanaman hias seperti mawar, krisant dan gerbera.

Perbaikan genetik artemisia annua


PERBAIKAN GENETIK TANAMAN ARTEMISIA (Artemisia annua. L) MELALUI MUTASI DAN KERAGAMAN SOMAKLONAL

Artemisia annua L. merupakan tanaman perdu semusin termasuk suku Asteraceae Tumbuhan ini berasal dari China oleh penduduk China telah lama digunakan sebagai obat malaria. Bahan aktifnya disebut artemisinin, artemisinin terbukti dapat menghambat perkembangan Plasmodium sp, penyebab penyakit malaria. Sesuai dengan rekomendasi dari WHO, saat ini Departemen Kesehatan sedang mengembangkan tanaman ini sebagai pengganti obat malaria klorokuin yang selama ini digunakan karena ditemukan adanya berbagai kasus resistensi. Pengembangan tanaman artemisia di Indonesia mengalami kendala karena belum ada tanaman yang kandungan artemisininnya diatas 0,5 %, sehingga tidak ekonomis pagi pengusaha yang akan mengembangkannya. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO Tawangmangu), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan PT Kimia farma bekerjasama untuk mendapatkan klon-klon unggul tanaman tersebut melalui persilangan, seleksi dan adaptasi lingkungan.
Untuk mendapatkan tanaman dengan kandungan artemisinin tinggi dapat dilakukan melalui teknik keragaman somaklonal dan mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma. Pada LD 50 maka dosis iradiasi yang diberikan hanya akan merubah gen tertentu yang diinginkan dengan tidak merubah karakter unggul yang sudah ada. Iradiasi dengan dosis sampai 50 Gy pada mata tunas telah menghasilkan genotipe baru yang menghasilkan artemisinin ≥ 1 %. Dengan didapatkan genotipe baru yang mampu menghasilkan artemisinin tinggi tersebut terbukti bahwa iradiasi yang diberikan menghasilkan perubahan gen, selain peningkatan kandungan artemisinin juga menghasilkan tanaman yang lebih lambat berbunga sehingga otomatis biomasa tanaman menjadi meningkat dengan demikian produksi artemisinin juga menjadi lebih banyak.
Perubahan gen yang ditimbulkan oleh pengaruh iradiasi perlu diuji stabilitas genetiknya melalui seleksi dan evaluasi sampai generasi ke 8. Apabila sampai generasi ke-8 genotipe unggul yang diperoleh tersebut tetap stabil maka dapat dilakukan uji multilokasi dan selanjutnya dapat dilepas sebagai varietas baru. Dengan diperolehnya varietas baru maka masalah penyakit malaria di Indonesia diharapkan dapat diatasi

Minggu, 15 Maret 2009

IN VITRO SELECTION AND SOMACLONAL VARIATION FOR BIOTIC AND ABIOTIC STRESS TOLERANCE

As an alternative technology, plant improvement through somaclonal variation is expected to support conventional breeding. New superior variants with a better performance and more attractive texture could be obtained through this method. To enhance genetic variation, both physical and chemical treatments such as gamma ray (Co 60) and Ethyl Methane Sulphonate (EMS) compound could be applied. In particular for vegetative propagated plants, in vitro induced mutation is the most effective method to improve variation. For obtaining the desired characteristic of plant, in vitro selection is the best method due to its capability to manipulate the variation to the expected result. Therefore, by applying the selection agent to the media, plant tolerance to both abiotic and biotic could be acquired. Generally, the tolerance at the callus level at the specific selection agent is positively correlated with the tolerance at the plant level. At this point, PEG (polyethylene glycol) and manitol is chemical compound useful for drought tolerance, fusaric or filtrate is for fusarium wilt, A1Cl3.6H2O is for Al tolerance.

Senin, 09 Maret 2009

AKUMULASI PROLIN UNTUK SELEKSI KETAHANAN KEKERINGAN PADA TANAMAN

Tanggap tanaman terhadap cekaman kekeringan tergantung pada mekanisme fisiologi atau morfologi yang terjadi pada masing-masing varietas pada saat tanaman mengalaim cekaman kekeringan. Pada umumnya ketahanan suatu tanaman terhadap kekeringan dikendalikan oleh beberapa mekanisme fisiologi/morfologi, atau terjadi interaksi beberapa gen. Dengan demikian pengetahuan mengenai mekanisme toleransi pada masing-masing varietas harus diketahui oleh pemulia sebelum melakukan seleksi. Untuk mengetahui adanya mekanisme fisiologi dengan peningkatan kandungan prolin pada somaklon turunan Gajahmungkur, Towuti dan IR 64 hasil seleksi in vitro maka dilakukan analisis kandungan prolin pada somaklon yang telah diseleksi menggunakan PEG dan uji daya tembus akar. Penelitian dilakukan di laboratorium dan rumah kaca BB-Biogen Bogor pada tahun 2004. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kandungan prolin pada tanaman induk dari ketiga varietas yang telah diberi perlakuan cekaman kekeringan, peningkatan kandungan prolin tertinggi pada varietas IR 64 dan Towuti dan paling rendah pada varietas Gajahmungkur. Pada tanaman hasil seleksi in vitro yang telah diseleksi menggunakan PEG dan uji daya tembus akar dan diduga tahan terhadap kekeringan ternyata menghasilkan prolin lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol walaupun tidak diberi cekaman. Dengan demikian perlakuan radiasi dan seleksi in vitro yang telah dilakukan dapat menimbulkan perubahan pada gen tertentu sehingga menghasilkan tanaman yang tahan kekeringan dan berproduksi tinggi, selain itu kandungan prolin dapat digunakan sebagai penanda fisiologi pada tanaman padi untuk ketahanan terhadap kekeringan.

Minggu, 08 Maret 2009

REGENERASI TUNAS DARI KALUS PADI

Produksi kalus yang mempunyai struktur embriogenik dan mampu diregenerasikan merupakan faktor penting dalam bioteknologi kultur jaringan, khususnya dalam perakitan varietas unggul seperti transformasi, induksi keragaman somaklonal dan seleksi in vitro. Kalus padi dari golongan Indica pada umumnya lebih sulit diregenerasikan dibandingkan Japonica sehingga untuk mendapatkan tingkat keberhasilan regenerasi tunas yang tinggi diperlukan formulasi media yang kompleks.

Keberhasilan regenerasi tunas dari kalus selain dipengaruhi oleh media kultur dan genotipe tanaman, kondisi fisiologi eksplan juga menjadi faktor penentu. Dari berbagai sumber eksplan yang digunakan, embrio zigotik merupakan eksplan yang terbaik karena memiliki daya totipotensi atau kemampuan regenerasi tertinggi di antara sumber eksplan lainnya Kalus yang baru terbentuk berpeluang menghasilkan tunas lebih tinggi dibandingkan kalus yang telah disubkultur berkali-kali atau mengalami periode kultur yang panjang, dan telah mengalami perlakuan radiasi atau seleksi, karena kalus yang baru terbentuk, kandungan poliamin atau senyawa yang berperan dalam sistem regenerasi masih tingg. Dalam memacu pembentukan tunas biasanya dilakukan dengan memanipulasi dosis auksin dan sitokinin.

Pada tanaman jenis monokotil, zat pengatur tumbuh golongan auksin dengan konsentrasi 1-10 mg/l berperan dalam menghambat proses diferensiasi sel sehingga pembentukan organ dapat dihambat dan hanya menghasilkan kalus. Zat pengatur tumbuh 2,4-D merupakan golongan auksin yang sering digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus embriogenik pada serealia, 2,4-D berperan dalam memacu hipermethilasi pada DNA, sehingga pembelahan sel selalu dalam fase mitosis, dengan demikian maka pembentukan kalus menjadi optimal.

Penambahan kasein hidrolisat kedalam media yang sudah mengandung 2,4-D dapat memacu pembentukan kalus yang embriogenik karena kasein hidrolisat merupakan sumber N di dalam media. Asam amino merupakan senyawa organik kompleks sebagai sumber N organik yang cepat diambil oleh tanaman daripada N anorganik. Selain kasein hidrolisat, pemberian asam amino glutamin atau arginin pada media yang sudah mengandung auksin dapat pula meningkatkan keberhasilan pembentukan kalus embriogenik karena di dalam kloroplas, asam amino dapat berperan sebagai prekursor untuk pembentukan asam nukleat dan proses selular lainnya.

Regenerasi tanaman dapat dilakukan melalui jalur organogenesis yaitu melalui diferensiasi sel somatik, bukan dari sel embrionik yang terjadi selama embriogenesis dan embriogenesis somatik melalui pembentukan embrio somatik. Regenerasi tanaman melalui jalur organogenesis, ada dua macam yaitu organogenesis langsung dan tidak langsung. Pada organogenesis langsung, tunas dapat terbentuk dari potongan organ seperti daun atau batang dan akar, sedangkan pada organogenesis tidak langsung, tunas yang terbentuk melalui tahapan pembentukan kalus. Proses yang terjadi dalam organogenesis meliputi respon sel somatik terhadap zat pengatur tumbuh, diikuti dengan inisiasi dan perkembangan tunas baru dari sel yang respon

CALLUS INDUCTION AND SHOOT REGENERATION OF IN VITRO RICE VAR. FATMAWATI

To increase domestic and international demand of Kaemferia galanga makes this plant potentially develop. Is traditionally used to keep the body warm, as analgetic and expectorant. In the attemp of providing adequately and qualitatively uniformed supply, in vitro experiment has been conducted at BB-Biogen (Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetik Resources Research and Development).The selected rhizomes was used as explant. The experiment was orthogonally arranged consisting of MS vitamin and B5, and BA ( 0, 3 and 5 mg/l) and thidiazuron 0,1 mg/l. This experiment comprised three activities, they were shoot initiation, shoot multiplication and acclimatization. The result showed that MS + BA 3 mg/l + thidiazuron 0,2 mg/l could induce shoot formation. From the applied media, it was shown that the addition of MS vitamin at the MS basic media and BA 3 and 5 mg/l added with thidiazuron could result the most optimum shoot, leaves and roots and was not significantly different from the addition of B5 vitamin at basic media of MS + BA 3 and 5 mg/l, 6.9 shoot was averagely produced in this media. The shoot could generate such an adequate number of root that it could be directly acclimatized. The acclimatized plantlet in the green house uses the mixture of soil and manure with the ratio of 1:1 can optimally grow.

Senin, 02 Maret 2009

SELEKSI IN VITRO UNTUK KETAHANAN PENYAKIT LAYU

Pisang (Musa paradisiaca L.) adalah tanaman buah yang cukup tinggi kebutuhannya karena kandungan vitamin dan gizinya yang tinggi. Salah satu masalah dalam pengembangan tanaman ini adalah penyakit layu yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum Schlect f.sp.cubense. Untuk mengatasi masalah tersebut salah satu cara yang dapat dilakukan adalah penggunaan varietas yang tahan dan bermutu tinggi. Salah satu cara perbaikan tanaman untuk ketahanan terhadap layu bakteri adalah menggunakan teknik seleksi in vitro yang dikombinasikan dengan keragaman somaklonal.Variasi genetik yang didapatkan melalui kultur in vitro meliputi karakter agronomi seperti tahan penyakit dan tahan kekeringan juga tahan pada lahan masam. Metoda seleksi in vitro merupakan salah satu cara yang efektif karena perlakuan lebih dapat diarahkan kepada sifat yang diinginkan.Penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan tanaman pisang ambon yang tahan penyakit layu bakter adalah induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma dengan dosis 1000 rad dari eksplan kalus atau mata tunas ukuran 0,5 cm, kemudian di seleksi menggunakan asam fusarat 30 dan 45 ppm selama 4 minggu. Biakan yang tetap hidup pada media seleksi tersebut kemudian diseleksi ulang pada media seleksi yang sama. Biakan yang tetap hidup pada dua kali seleksi selanjutnya di aklimatisasi dan diinokulasi menggunakan 10 g spora Fusarium oxysporum/10 kg tanah steril. Beberapa genotipe yang tetap hidup setelah diinokulasi tersebut dapat tumbuh baik di lahan edemik penyakit layu dan dapat menghasilkan buah.